![]() |
Foto: Shomall Wattodey Ama Tukan
|
Memasuki
musim hujan di bulan September ini, petani di dusun Watodei desa Ilepati mulai
melakukan kegiatan penanaman jagung. Penanaman pada awal musim hujan ini
dilakukan ketika rata-rata curah hujan masih rendah. Curah hujan tinggi biasanya terjadi pada Januari
hingga Februari. Sementara panen akan berlangsung pada Februari hingga Maret
nanti.
Tampak
dari laporan foto yang dibuat oleh Ama Tukan, petani melakukan penanaman secara
manual dengan menggunakan tugal kayu. Penanaman dilakukan dalam jarak 25 cm-75
cm dengan empat hingga lima butir jagung per lubang. Sementara penyiapan lahan
dilakukan dengan cara tebas bakar.
Data
Adonara Barat dalam angka menyebut pada tahun 2016 tanaman jagung mendominasi produksi
tanaman pangan desa Ilepati dengan total 15 hektar lahan. Dari lahan ini
dihasilkan 70.5 ton jagung non intensifikasi atau setara 300 kg jagung pipil
kering per kepala keluarga (KK) tani.
Sementara
tanaman pangan lainnya, yaitu padi gogo hanya menempati lahan sempit. Data
menyebut penanaman padi di desa Ilepati dilakukan di atas tiga hektar lahan
kering. Dari lahan ini dihasilkan beras giling sebanyak 7.8 ton per tahun atau
setara 10 kg per kepala keluarga tani.
Statistik
ini menunjukkan bahwa total produksi tanaman pangan ini hanya cukup untuk kebutuhan
sendiri. Tidak ada surplus produksi untuk dipasarkan. Bahkan, penduduk setempat
masih bergantung pada konsumsi beras yang diperoleh di pasar. Selain sebagai makanan
pokok tradisional turun temurun, tanaman jagung pun dimanfaatkan sebagai pakan
ternak, baik ternak unggas maupun hewan piaraan lainnya.
Desa
Ilepati merupakan desa swasembada dengan jumlah berpenduduk sebesar 709 jiwa.
Menempati wilayah perbukitan dengan tinggi 500 -700 m dpl, mayoritas warga desa
bermata pencaharian sebagai petani dengan jumlah KK tani sebanyak 238 keluarga.
Tidak
bisa mengandalkan produksi tanaman pangan untuk kebutuhan pasar, penduduk
setempat memanfaatkan tanaman komoditi umur panjang untuk diperdagangkan.
(Teks: Simpet)